20120110

#1 Sasterawan Mentah

Aku tonton drama dalam karma,
Dramanya sangat panjang,
Konpirasi, Korupsi, Interaksi sebagai adunan,
Sebagai santapan anak yang kecil,
Anak yang masih bertatih usah digesa ia berlari,
Lari yang penuh luka berdarah,
Hati jangan dibiar barah,
Kelak ia semakin bernanah.

Aku tonton drama dalam karma,
Dramanya sungguh pilu,
Dicaci dicerca masih bisa dirempuh arus,
Halilintar bisa dibelah apalagi mulut yang lancang,
Selangkah kita orak sedang asyik mengatur gerak,
Sudah mula kita maju adakah benar tempat dituju,
Sedang imbas kisah dahulu usah kembali menjadi balu,
Lebih jerih menyuap daripada memberi susu,
Lebih payah memimpin daripada menatang,
Lebih jerih menegah daripada mengasuh,
Lebih susah membela daripada menuntut.

16 batu sudah tercicir adakah ia yang ke 17,
Sudah jauh ianya hanyut adakah ia sudah lemas,
Ya, lemas daripada rimba dilema,
Kakinya sudah dibelit tangannya masih terselit,
Badannya kini kaku umpana mayat yang terpaku.

Otak boleh dimuntah tapi jangan sampai meludah,
Meludah kata yang yang menikam kalbu,
Meludah hinaan kepada anjing jalanan,
Kita tutup pasar perasaan,
Kita buka kompleks idea,
Kita sita petak tuduhan,
Kita warta kotak minda,
Bukan mengawal daripada berhujah,
Mari kita bermuzakarah,
Konklusi dipinta bersama muafakat,
Toleransi diajar kepada si pelakon,
Agar ia menjadi mahsyur.

Drama kini kian celaru,
Celaru dengan konflik semasa,
Mari kita teruskan tonton sambil mencatat pengajaran,
Bukan kita yang tak ubah tapi mereka sang durjana,
Tiba masa kita beralih mencari penamat sempurna.

Drama masih belum sempurna...

1 comment: